CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Minggu, 19 April 2009

Belum Ada Survei Jumlah Penyandang Autisme

Jakarta, Kominfo Newsroom - Yayasan Autisme Indonesia (YAI) menyebutkan, meskipun jumlah anak penderita autis terus meningkat, namun belum pernah ada survei khusus mengenai jumlah penderita autis di Indonesia, meskipun dari indikator yang ada, jumlah penderita autis yang ditangani dokter maupun psikolog dari tahun ke tahun terus meningkat.

Ketu a YAI dr. Melly Budhiman mengatakan bahwa jumlah penderita autis terus meningkat dari tahun ke tahun, dan kini tidak hanya ada di kota-kota besar saja, tetapi sudah merambah di daerah-daerah. Sayangnya hingga kini belum ada survei yang menunjukkan seberapa banyak jumlah penderita autis.

''Peningkatan jumlah penderita dilihat dari indikator berdasarkan pengalaman praktek para dokter sejak tahun 1990-an. Saat itu pasien yang ditangani setiap hari sekitar tiga atau empat orang, tetapi kini dari 99 persen pasien yang berobat, 12 pasien adalah penderita autis, dan tiga orang di antaranya adalah penderita baru yang rata-rata berusia 2-5 tahun,'' kata Melly Budiman, dalam konfrensi pers peringatan hari Autis se-dunia, di Jakarta, Kamis (2/4).

Selain itu, karena sedikitnya tempat pengobatan dan terapi untuk penderita autis mengakibatkan pasien harus menunggu sampai tiga bulan untuk dapat terlayani, apalagi akibat mahalnya biaya pengobatan, membuat mereka yang tidak mampu akan mengalami kesulitan untuk membawa anaknya berobat dan melakukan terapi.

''Terapi itu dihitung per jamnya, dan itu biayanya sangat mahal,'' tambahnya.

Ia menjelaskan, sedikitnya dibutuhkan dana Rp 1 miliar untuk melakukan survei, dan karena keterbatasan dana tersebut, akhirnya YAI berinisiatif melakukan survei untuk wilayah DKI Jakarta. Sebelumnya Departemen Kesehatan pada 2008 lalu menjanjikan untuk mendirikan pusat terapi autis di setiap rumah sakit pemerintah, namun hingga kini belum terealisasi.

Melly menjelaskan, autisme sebenarnya bukan penyakit, melainkan suatu gangguan dalam perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya terlihat sebelum umurnya mencapai tiga tahun, dan gangguan perkembangan ini disebabkan adanya gangguan pada neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak anak, sehingga mereka mempunyai kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif.

''Ciri-cirinya antara lain susah berbicara atau berbicaranya tidak jelas, cuek dan ketika berkomunikasi tidak menatap mata. Tidak peka terhadap suara,'' ujarnya.

Meski penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun di antaranya karena faktor gaya hidup, polusi udara, narkotika, makanan yang tercemar limbah, misalnya ikan laut, dan sayuran yang masih mengandung pestisida.

''Jika polusi terhirup atau makanan yang terkena limbah tertelan, maka dapat mengubah gen sehingga terjadi mutasi genetik, sehingga orang tua akan menghasilkan gen yang lemah bagi anak yang sedang dikandungnya,'' katanya.

Ditambahkan, anak yang gennya lemah kemudian terpapar di lingkungan yang negatif akan merusak otak yang akan berpengaruh pada perkembangan otak anak.

Namun lanjutnya, jika cepat diketahui sejak awal, maka autisme dapat diatasi melalui terapi. Meskipun tidak dapat seperti orang normal lainnya, katanya, namun penderita autis dapat dikatakan sembuh jika mereka sudah dapat membaur di masyarakat luas.

''Terminologinya yakni dengan mengoptimalkan kualitas yang dimiliki penderita dengan mengembalikan mereka ke jalur perkembangan yang normal,'' tambahnya.

Untuk itu menurutnya, perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap berbagai permasalahan seputar autisme perlu terus ditingkatkan.

Menurutnya, saat ini semua pihak fokus pada sosialisasi mengenai autisme, namun belum pada penanganan yang tepat, sementara kemampuan penderita autisme sangat beragam dan tidak dapat disamaratakan.

Sebagian dari anak penyandang autisme ada yang mampu untuk bersekolah di sekolah umum sementara sebagian lain memerlukan pendidikan di jalur khusus.

Ia berharap semua pihak terkait dapat membuka lebih luas lagi pendidikan bagi penyandang autisme, khususnya kalangan dunia pendidikan untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang autisme agar siap dan mampu memberikan pendidikan yang memadai bagi pemyandang autisme. (T.Jul/ysoel)

http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=36&artid=3147

0 komentar: