CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Senin, 16 Maret 2009

Urgensi Pengangkatan Guru Non- kependidikan

Berita yang cukup membuat kecewa pada sebagian masyarakat mengemuka di halaman muka harian ini beberapa hari yang lalu dengan judul yang tercetak cukup besar. Berbagai komentar dan kekecewaan terasa pada cukup banyak sarjana non-kependidikan yang memiliki akta mengajar. Ini dapat terjadi karena pada tahun-tahun yang lalu, sarjana non-kependidikan yang memiliki akta mengajar dapat mendaftarkan diri dan diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil.
Akta mengajar pada dasarnya adalah sertifikat bagi seseorang sebagai pembuktian bahwa dirinya layak untuk mengajar, sedangkan untuk menjadi seorang guru PNS persyaratannya adalah sarjana kependidikan. Justru menjadi tampak aneh ketika sarjana non-kependidikan bisa diterima menjadi guru PNS sedangkan sarjana pendidikan tidak bisa melamar jabatan yang diperuntukkan bagi sarjana non kependidikan meskipun dia tidak melampirkan akta mengajar.
Mengajar adalah sebuah kegiatan seni. Pada kenyataannya tidak semua guru berijazah kependidikan mampu menjadi guru yang efektif. Begitu pula sebaliknya cukup banyak “guru” yang tidak berijazah kependidikan yang mampu menjadi guru yang efektif. Ini dapat terlihat dari tingkat keberhasilan mengajar maupun dalam sikap kesehariannya.
Seorang guru tidak hanya dituntut menguasai sejumlah materi ajar untuk kemudian dijejalkan ke dalam otak siswa. Guru jadul boleh seperti itu. Akan tetapi, pada saat ini sudah semestinya tidak ada lagi. Kurikulum sekarang lebih menuntut siswa untuk menguasai sejumlah keterampilan belajar untuk bekal mereka mendapatkan jutaan ilmu pengetahuan dengan caranya sendiri-sendiri sesuai dengan kekhasan masing-masing. Bukan lagi menjadi seorang pembelajar yang pasif yang siap menerima luberkan ilmu dari seorang guru.
Seorang sarjana yang dididik menjadi guru sudah menempuh berbagai macam ilmu kependidikan dan non kependidikan sebagai bekal baginya ketika berada di dalam kelas. Sedangkan sarjana non kependidikan dibekali berbagai ilmu sesuai disiplin ilmunya. Ketika seorang sarjana mengambil program akta mengajar, sekitar tiga bulan, mereka dibekali sedikit ilmu kependidikan sehingga mereka memiliki “kewenangan” mengajar. Bagaimana dengan ilmu mendidik yang juga harus dikuasai? Mendidik tidak sama dengan mengajar sehingga sejumlah kemampuan mendidik pun harus dikuasai.
Kemampuan mengajar dan mendidik dapat dikuasai seiring dengan berjalannya waktu. Melalui berbagai pendidikan dan pelatihan on service maupun melalui kegiatan belajar otodidak dan sejumlah praktik di kelas akan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk menjadi pengajar maupun pendidik. Pada kenyataannya, seorang guru dengan ijazah kependidikan pun belum tentu mampu mengembangkan diri dan menguasai keterampilan mengajar dan mendidik. Tentu begitu juga dengan sarjana non kependidikan yang menjadi guru. Cukupkah hanya sampai mengajar?
Eforia program akta mengajar muncul beberapa waktu terakhir ini di daerah-daerah yang masih kekurangan guru dan adanya program guru bantu. Sikap aji mumpung, mumpung ada kesempatan, daripada menganggur menjadikan program ini diburu banyak sarjana. Ditambah lagi beberapa daerah dan Departemen Agama pada tahun ini memberi kesempatan bagi mereka untuk menjadi guru pegawai negeri sipil.
Program guru kontrak atau guru bantu, atau adanya guru honorer yang dibayar oleh sekolah/yayasan memungkinkan lembaga pendidikan diisi oleh sarjana-sarjana yang memiliki akta mengajar. Ini bertujuan untuk mengisi kekurangan guru. Namun ketika kesejahteraan mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah, keinginan untuk menjadi guru semakin meningkat.
Bahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah merencanakan pendidikan selama enam bulan bagi sarjana-sarjana yang berprestasi dan berminat menjadi guru. Mereka kemudian akan diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil. Ini sebuah terobosan cemerlang jika pelaksanaannya dilakukan secara selektif. Artinya, tidak sekadar mengandalkan kepemilikan akta mengajar, melainkan ditekankan pada prestasi, minat, dan bakat mereka.
Saat ini, guru tidak harus menguasai banyak ilmu pengetahuan yang mendalam. Walaupun penguasaan ilmu pengetahuan yang mendalam tentunya akan semakin baik. Yang diperlukan dari seorang guru adalah kemampuan memotivasi dan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar.
Pada saat ini, ketika teknologi informasi sudah cukup maju, ilmu pengetahuan lebih dekat dengan siswa daripada dengan guru. Anak sekolah lebih akrab dengan internet dibandingkan guru-gurunya. Kesempatan untuk menguasai ilmu pengetahuan pun lebih besar pada anak sekolah daripada gurunya. Siswa lebih mungkin maju dengan cara belajarnya sendiri karena motivasinya datang dari dalam dirinya sendiri – suatu hal yang sulit dimunculkan dalam kelas konvensional.
Tidak menjadi masalah ketika yang dibidik oleh pemerintah adalah sarjana-sarjana non kependidikan yang berprestasi dan berminat menjadi guru dengan pendidikan selama enam bulan. Apa jadinya jika yang menjadi guru adalah sarjana kutu loncat yang hanya memanfaatkan kesempatan. Bisa jadi mereka pun akan meloncat ke tempat lain ketika kesejahteraan guru tidak menggiurkan dan ada kesempatan bekerja di tempat lain. Bukankah selama ini pun ada guru yang melompat ke lembaga lain karena faktor kesejahteraan? Apakah keadaan semacam ini akan terus terjadi? Kapan pendidikan akan menjadi semakin baik?

sumber http://willyedi.wordpress.com/2008/11/20/urgensi-pengangkatan-guru-non-A

0 komentar: