CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Kamis, 14 Mei 2009

Pendanaan Pendidikan Rumit dan Tidak Efisien

Bandung. Mekanisme pendanaan pendidikan yang rumit dan kurang efisien selama ini menjadi salah satu kelemahan dunia pendidikan tanah air. Akibatnya, sebagian besar dana pendidikan ditanggung orang tua sehingga jumlahnya jauh lebih tinggi daripada dana yang ditanggung pemerintah.
“Selama ini, dana pendidikan yang diperuntukkan bagi sasaran pendidikan berasal dari berbagai sumber, mulai dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Penyaluran dana dari masing-masing tingkat pun dilakukan melalui banyak projek. Sementara antartingkat dan antarprojek memiliki kebijakan sendiri-sendiri dalam hal sasaran yang ditargetkan, ditambah lagi dengan adanya inkoordinasi,” kata Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Nanang Fattah dalam acara Semiloka “Peran Komite Sekolah dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan” di Aula P4TK, Jln. Dr. Cipto Bandung, Sabtu (15/12).
Nanang menuturkan rata-rata dana pendidikan yang berasal dari APBN dan APBD yang diterima sasaran pendidikan, baik itu sekolah, pendidik, dan peserta didik termasuk rendah. Ketersediaan dana pendidikan yang rendah, mekanisme, prosedur alokasi dana, serta formula pendanaan yang tidak baik ini mengakibatkan biaya satuan pendidikan di sekolah juga rendah.
“Akibatnya selanjutnya, biaya yang ditanggung orang tua jauh lebih besar, dan akibat lainnya adalah terjadi tumpang tindih dalam pemberian dana ke sasaran pendidikan dan komponen yang dibiayai. Ada sasaran pendidikan yang mendapat dana dari berbagai sumber dana, ada juga yang tidak mendapat dana. Sebaliknya biaya yang dikeluarkan untuk sektor yang bukan sasaran menjadi besar,” tuturnya.
Nanang menambahkan formula alokasi dana yang selama ini digunakan pada umumnya hanya menggunakan kriteria-kriteria kualitatif dan subjektif. Menurut dia, alternatif mekanisme pendanaan yang bisa diterapkan adalah melalui pendekatan yang berbasis pada kegiatan pembelajaran. “Karakteristik utamanya adalah menggunakan komponen sistem pendidikan sebagai acuan ketimbang jenis pengeluaran”, ungkapnya.
Dalam mekanisme penyusunan anggaran pendidikan yang sifatnya bottom up ini, menurut Nanang, setiap sekolah menyusun RAPBS yang mencakup kebutuhan dana pokok pendidikan dan dana kompensasi kemiskinan serta peningkatan mutu. Kemudian sekolah mengusulkannya kepada dinas pendidikan di masing-masing kabupaten/kota.
“Dinas kabupaten/kota selanjutnya mengompilasikan usulan sekolah dan menjadikannya dasar penyusunan anggaran pendidikan sebagai bagian dari APBD yang dibiayai dengan DAU dan DAK,” katanya. Kemudian Dinas Provinsi menyusun dana penyelenggaraan untuk penataran guru dan dana koordinasi penyelenggaraan pendidikan lintas daerah di mana anggaran pendidikan ini bersumber dari APBD dan bantuan APBN. (A-157)**

Sumber : http://wta.co.id/relatednews/pendidikan/pendanaan-pendidikan-rumit-dan-tak-efisien/

0 komentar: